Sebagian masyarakat tentunya sudah tidak asing dengan Monumen Nasional (Monas).
Monas berdiri tegak di tengah-tengah Lapangan Merdeka, Jakarta Pusat.
Pembangunan Monas mulai dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1961.
Lalu pada tanggal 12 Juli 1975 Monas mulai dibuka untuk umum.
Monas memiliki tinggi 132 meter atau sekitar 433 kaki.
Monumen tersebut memang terbilang unik jika dibandingkan dengan monumen atau tugu sejenisnya yang ada di kota lain.
Sebab, di puncak monumen tersebut terdapat bongkahan emas berbentuk kobaran api.
Bongkahan emas tersebut memiliki berat sekitar 38 kilogram.
Emas itu melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.
Meski demikian, sampai saat ini tidak banyak orang yang mengetahui tentang sosok yang menyumbangkan emas yang berada di puncak Monas.
Sosok penyumbang emas untuk puncak Monas adalah Teuku Markam.
Teuku Markam lahir pada tahun 1925 di Seuneudon, Alue Capli, Panton Labu, Aceh Utara.
Dari 38 kilogram emas, Teuku Markam menyumbangkan emas seberat 28 kilogram emas.
Teuku Markam merupakan seorang pengusaha kaya.
Dia memiliki perusahaan bernama PT Karkam.
Saat muda, Teuku Markam memasuki dunia militer.
Tepatnya, melalui pendidikan wajib militer di Koeta Radja atau sekarang yang lebih dikenal dengan Banda Aceh.
Dia menamatkan pendidikannya dengan pangkat Letnan Satu.
Teuku Markam kemudian bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI), serta pernah mengikuti pertempuran di Tembung, Sumatera Utara.
Meski demikian, Teuku Markam pernah merasakan mendekam di Penjara.
Teuku Markam berada di penjara karena persaingan bisnisnya dengan Teuku Hamzah sekitar tahun 1957.
Saat itu, Teuku Hamzah menjadi Panglima Kodam Iskandar Muda.
Namun, pada tahun 1958 Teuku Markam baru keluar dari penjara.
Usai bebas dari penjara, Teuku Markam kembali menggeluti dunia bisnis.
Dia banyak mengembangkan bisnisnya pada sektor pembuatan kapal.
Teuku Markam pun menjadi pengusaha yang sangat sukses saat itu.
Oleh karena itu, dia berkomitmen untuk membantu Presiden Soekarno memberantas buta huruf, dan membebaskan Irian Barat.
Selain membantu dalam kedua hal itu, dia juga berkomitmen membantu Soekarno membangun Monas, dan menyumbangkan emas seberat 28 kilogram.
Nahas, nasib Teuku Markam tak selalu mujur.
Sebab, dia harus kembali mendekam di penjara.
Pada era pemerintahan Orde Baru, Teuku Markam dituding sebagai PKI, dan koruptor.
Sehingga, pada tahun 1966, Teuku Markam pun dijebloskan ke penjara tanpa adanya proses pengadilan.
Baru pada tahun 1974 Teuku Markam dibebaskan oleh pemerintah.
Meski demikian, seluruh aset perusahaan dan kekayaannya telah disita oleh pemerintah Orde Baru.
Teuku Markam tutup usia akibat komplikasi penyakitnya pada tahun 1985.
(Dikutip dari Wikipedia, dan berbagai sumber).
Sumber: http://jatim.tribunnews.com/2017/06/08/inilah-sosok-penyumbang-emas-monas-nasibnya-tragis-bukannya-dihargai-malah-sering-masuk-penjara?page=all